0 komentar

Jiwa yang Perih...



Jiwa ini merintih perih…

Kenapa? Apa Karena Aku?

Bukan.

Karena Dia?

Bukan.

Karena Mereka?

Bukan juga.

Apa, karena kami?

Bukan sama sekali.

Lantas karena siapa?

Bukan karena siapa-siapa.



Lho? Katamu jiwamu perih?

Iya. Aku memang berkata demikian.

Lantas?

Jangan sekali-kali menyalahkan seseorang jika jiwamu perih.

Dan ingatlah, Jangan pernah mengkambinghitamkan siapa, apa, dimana, kapan, bagaimana, dan kenaoa jiwamu itu perih.

Karena sesungguhnya jiwamu itu perih, karena ulahmu sendiri.

………


(Pict from Google)

read more
1 komentar

p.u.l.a.n.g




Aku. Ingin. Pulang.
Pulang Kemana?

Aku. Hanya. Ingin. Pulang.
Pulang Kemana Lagi? 

Aku. Hanya. Ingin. Pulang. Saat Ini.
Iya, Tapi Pulang Kemana Lagi? Inikan Rumahmu?


Pulang. Pulang. dan Pulang.
Kemana? Kemana? Kemana?


Pulang. Kemana.
Kemana? Pulang?

Kemana. Pulang.
Pulang? Kemana?


Pulang. Kemana? Pulang? Kemana.






Kesini. Disini. Bersama Aku.
read more
0 komentar

Celoteh Tentang Sang B.A.N.J.I.R



Jakarta Kebanjiran... Mungkin sudah banyak yang menuliskan judul serupa di lautan blog dunia maya, khususnya bagi mereka yang tinggal di Jakarta atau Indonesia.

BANJIR - sebuah kata yang tersusun dari 2 huruf vokal dan 4 huruf konsonan - tak lagi tampak spesial. Terlebih jika disangkutpautkan dengan Ibukota Indonesia, Jakarta. Kata BANJIR sudah kehilangan makna, sudah habis tereksploitasi oleh kicauan jempol-jempol diatas keyboard, oleh reportase-reportase media besar, bahkan oleh Sang RI 1.

Apa kalian tahu? Betapa pilunya hati Sang BANJIR? Ketika ia tahu, dirinya sudah 'diperkosa' oleh jutaan mata penduduk Indonesia. Tak ada bagian dari dirinya yang belum tersentuh, belum terjamah. Belum lagi kehadirannya yang selalu dikecam, dihujat, dicaci-maki bahkan dikutuk oleh semua orang. Tak ada yang pernah suka akan kedatangannya! Asal kalian tahu, Ia sendiri tak pernah mau datang. Ia tahu kehadirannya hanya akan meresahkan dan membuat susah semua orang. Miskin, Kaya, Rakyat Jelata, Pejabat, bahkan Presiden. Tapi apa yang bisa Ia lakukan? Menolaknya? Jangan bercanda,  Memangnya siapa dirinya bisa menolak perintah langsung dari Sang Maha Pengatur?

Bila Sang Maha Pengatur sudah menugaskan Hujan lebat untuk turun ke bumi dan menyapa penduduk Jakarta selama berhari-hari, maka mau tak mau Banjir akan menemani sang Hujan Lebat. Pernah suatu hari Banjir menolak untuk menemani Sang Hujan Lebat. Dan Sang Hujan Lebat hanya menjawab sederhana "Ini sudah tugas kita, Memang sudah musimnya untuk kita bertugas. Lagipula Sang Maha Pengatur telah mengatur tugas kita sedemikian baik agar kita tak bertugas setiap bulan." 

Saat itu, Banjir merasa tidak puas dengan jawaban Sang Hujan Lebat. Ia pun menghadap langsung pada Sang Maha Pengatur, Ia meminta agar ia tidak perlu bertugas menemani Sang Hujan Lebat.Sang Maha Pengatur hanya tersenyum dan dengan bijak ia menjawab "Aku tak menyuruhmu bertugas setiap hari. Aku hanya menyuruhmu datang 5 tahun sekali. Bukankah itu sudah cukup baik untuk umat manusia yang selalu saja mendustakan Karunia-Ku? Kau Lihat... Aku berikan mereka alam yang sangat indah. Aku berikan mereka tempat yang nyaman untuk berpijak. Tapi apa yang mereka lakukan? Bukan merawatnya tapi justru semakin menghancurkan alam indah ciptaan-Ku. Aku berhak marah, tapi biar bagaimanapun mereka tetap ciptaan-Ku dan Aku selalu sayang pada mereka..." Banjir hanya bisa terdiam. Pikirannya masih meracau. Sang Maha Pengatur pun tahu apa yang ada dipikiran Banjir.

"Hei Banjir, Aku tahu apa yang ada dipikiranmu. Sudahlah, Tak perlu kamu ambil hati semua hujatan mereka kepadamu. Aku tahu mereka benci sekali dengan kehadiranmu. Tapi yakinlah bahwa dibalik kebencian mereka itu ada cinta yang selalu kau tebarkan. Kehadiranmu, membuat semua orang bersatu, bahu membahu saling membantu. Nilai tolong menolong langsung melonjak drastis saat Banjir datang. Serentak semua saling memperhatikan satu sama lain. Mereka yang tak pernah berkomunikasi selama bertahun-tahun, seketika menelpon sekedar bertanya kabar apakah kerabat mereka baik-baik saja. Posko-posko kepedulian terlihat disana-sini. Bukankah itu hal yang indah? Sebuah pemandangan yang tak akan pernah kau lihat, jika kau atau BENCANA lainnya datang..." tutur Sang Maha Pengatur membuat Banjir sadar betapa mulia tugasnya.


Sejak saat itu, Banjir menjadi percaya diri. Ia tak peduli orang akan menghujatnya atau memperkosanya lebih kejam dari sebelumnya. Ia hanya perlu menjalankan tugasnya sebaik mungkin. Tinggal bagaimana Manusia yang menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya (?)






(Foto: Dokumen Pribadi)



read more